msaceh

Berita

Berita (1302)

HT MS Aceh : Jadilah Pribadi Yang Bermanfaat | (04/02)

Banda Aceh | ms-aceh.go.id

Sebagaimana biasanya, pada setiap hari Jum’at ba’da shalat Ashar dilaksanakan ceramah agama yang bertempat di mushalla Mahkamah Syar’iyah Aceh. Kegiatan ceramah tersebut dihadiri oleh Ketua, Wakil Ketua, Hakim Tinggi, Panitera/Sekretaris, pejabat struktural dan fungsional serta pegawai lainnya.

Yang tampil sebagai penceramah pada hari Jum’at tanggal 1 Pebruari 2013 adalah salah seorang Hakim Tinggi, yaitu Drs. H. Firdaus HM, SH. MH. Dalam ceramahnya, Ustadz kita ini menyampaikan tentang profil pribadi yang bermanfaat kepada orang lain. Manurut Ustadz, manusia itu dalam kehidupannya sehari-hari dituntut supaya ia berguna kepada alam sekelilingnya, baik kepada manusia, hewan maupun alam lainnya. Ustadz mengutip Hadits yang artinya : Sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat kepada orang lain.

“Kita harus berbuat baik, karena pada akhirnya perbuatan baik tersebut akan kembali kepada kita,”  kata Ustadz seraya mengutup surat Al Isra’ ayat 7 yang artinya : Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri.

Ustadz menjelaskan, ada 5 (lima) cara menjadi pribadi yang bermanfaat, yaitu Pertama, berbagi dengan sesama. Apabila seseorang mempunyai kemampuan finansial, maka ia harus mengeluarkan zakat 2.5 % dari penghasilannya dan diserahkan kepada orang yang berhak menerimanya. Jika seseorang memiliki ilmu, maka ajarkanlah ilmu itu kepada orang lain. Jika seseorang memiliki tenaga yang kuat, maka bantulah orang yang lemah. “Ini adalah langkah awal, adanya kemauan untuk bermanfaat kepada orang lain. Dan jangan sekali-kali memanfaatkan orang lain untuk keuntungan pribadi”, tandas Ustadz yang berasal dari Riau ini.

Kedua, apa yang bisa dilakukan, maka lakukanlah. “Apabila kita memiliki kemampuan berbahasa Inggris, maka ajarkanlah kepada orang sebagaimana yang dilakukan oleh Pak Abdul Muin A. Kadir”, ujar H. Firdaus mencontohkan.

Ketiga, membiasakan memberi manfaat sebagai bagian dari gaya hidup. Apabila seseorang telah terbiasa bermanfaat kepada orang lain, maka ia akan berusaha untuk selalu berguna kepada orang lain. “Gaya hidup adalah kebiasaan yang kita lakukan, misalnya memegang HP, tanda terasa kita selalu membawa HP karena sudah merupakan gaya hidup, demikian juga dengan melakukan sesuatu yang berguna kepada orang lain, harus menjadi bagian dari gaya hidup kita”, tandas Pak Ustadz.

Keempat, dengan meningkatkan kemampuan diri. Manusia harus terus berpacu untuk menjadi yang terbaik. Umat Islam dijadikan Tuhan sebagai umat yang terbaik. “Tingkatkan terus kemampuan diri kita, dan dengan kemampuan itu kita berbagi kepada orang lain”, pinta Pak Ustadz.

Kelima, meraih manfaat untuk diri sendiri. Apabila kita memberikan manfaat kepada orang lain, maka pada waktu yang bersamaan ia juga harus mengambil manfaat untuk diri sendiri. “Jangan sampai kita seperti lilin yang hanya mampu memberikan manfaat kepada orang lain dan ia sendiri menjadi hangus dan habis”, tegas Ustadz yang berkumis tebal ini.

Dalam tausiyahnya yang berdurasi lebih kurang lima belas menit tersebut, Ustadz berpesan kepada jamaah agar dalam berbuat kebaikan kepada orang lain jangan sampai mengharapkan imbalan atau balasan apalagi karena riya, yaitu ingin mendapat pujian dan memamerkan amal. “Kita harus beramal dengan ikhlas dan tanpa pamrih”, tegas Ustadz sambil menutup ceramahnya.

(AHP)

Read more...

Comment

HT MS Aceh : Ingat Kebaikan Orang Lain | (11/3)

Banda Aceh | ms-aceh.go.id

Sebagaimana biasanya, pada setiap hari Jum’at ba’da shalat Ashar dilaksanakan ceramah agama yang bertempat di mushalla Mahkamah Syar’iyah Aceh. Kegiatan ceramah tersebut dihadiri oleh Ketua, Wakil Ketua, Hakim Tinggi,  pejabat struktural dan fungsional serta pegawai lainnya.

Yang tampil sebagai penceramah pada hari Jum’at tanggal 8 Maret 2013 adalah salah seorang Hakim Tinggi, yaitu H. Abd. Hamid Pulungan yang juga adalah redaktur IT. Dalam ceramahnya, Ustadz kita ini menyampaikan tentang hubungan antara sesama manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Ustadz, hubungan pribadi-pribadi harus terjalin dengan seimbang dan serasi serta harmonis. Dari hubungan pribadi-pribadi yang harmonis akan lahir masyarakat yang rukun dan damai yang pada akhirnya akan bermuara pada masyarakat yang aman dan kasih sayang. “Alangkah indahnya apabila hubungan pribadi-pribadi terjalin dengan rukun dan damai,” kata Ustadz mengingatkan.

Ustadz menjelaskan lebih lanjut, bahwa agama Islam mengajarkan kedamaian dan hubungan seimbang antara hak dan kewajiban. “Bukankah Rasulullah membawa misi rahmat bagi seluruh alam,” tandas Ustadz. Keunggulan Islam adalah dengan konsep saling hormat menghormati dan hidup berdampingan secara damai.

Ustadz menjelaskan, agar hubungan pribadi-pribadi terjaga dengan baik, maka ada dua hal yang harus diingat dan dua hal lagi yang harus dilupakan.

Adapun dua hal yang harus diingat adalah : pertama, kebaikan orang lain. Kita harus selalu mengingat kebaikan orang lain yang pernah kita terima. Dapat dipastikan bahwa orang lain pernah berjasa dalam kehidupan seseorang, oleh karena manusia pasti butuh bantuan orang lain, atau dengan kata lain manusia tidak dapat hidup hanya dengan mengandalkan kemampuan dirinya sendiri. “Sekecil apapun kebaikan orang lain harus selalu diingat agar kita dapat berbuat yang sama kepada sesama,” ujar Ustadz mengingatkan.

Hal kedua yang harus selalu diingat adalah kesalahan yang pernah dilakukan. Dalam kehidupan manusia, sudah barang tentu pernah berbuat salah atau khilaf. Tidak ada manusia yang tidak pernah berbuat salah, kecuali Nabi dan Rasul yang maksum dari dosa dan salah. “Seseoang harus selalu ingat bahwa ia pernah berbuat salah kepada orang lain, agar tidak diulangi lagi,” kata Ustadz yang berasal dari Medan ini.

Sedangkan dua hal yang harus dilupakan adalah: pertama, kebaikan yang pernah dilakukan. Mungkin saja seseorang pernah membantu atau menolong orang lain, baik berupa materi atau non materi. Kebaikan yang pernah dilakukan terhadap orang lain jangan lagi diingat-ingat, harus dianggap tidak pernah ada. Apabila kebaikan yang dilakukan tetap diingat, dapat saja membuat stres, oleh karena tidak semua orang pandai membalas budi, bahkan terkadang seperti kacang lupa akan kulitnya. “Jangan diingat lagi kebaikan yang pernah kita lakukan supaya kita tidak berharap balas budi,” tutur Ustadz.

Hal kedua yang harus dilupakan adalah kesalahan orang lain. Dalam ajaran Islam, seseorang diminta untuk memaafkan kesalahan orang lain dan hal itu adalah salah satu tanda orang yang bertaqwa. Makna yang paling hakiki memaafkan adalah melupakan kesalahan tersebut. Oleh karena itu apabila seseorang sudah memaafkan kesalahan orang lain, tetapi masih selalu dalam ingatannya, berarti ia belum memaafkannya dengan sepenuh hati. “Ada orang yang mengatakan, sudah saya maafkan kesalahanmu itu, tetapi akan selalu saya ingat,” kata Ustadz mencontohkan sesuatu yang tidak baik.

Apabila dalam kehidupan ini tertanam dengan baik akan dua hal yang dikemukakan di atas, maka akan tercipta kedamaian dan keserasian. Masing-masing saling memberi dan menerima dan tidak ada hasad dan dengki yang menjadi pemicu kebencian. “Marilah kita hidup saling mengerti akan hak dan kewajiban, Insya Allah akan damai dan selamat, karena hakikat Islam adalah kedamaian,” tandas Ustadz seraya menutup tausiyahnya.      

(AHP)

Read more...

Comment

HT MS Aceh : Akal Fikiran Menjadi Suluh Dalam Kehidupan | (21/10)

Banda Aceh | ms-aceh.go.id

Kegiatan ceramah ba’da shalat Ashar setiap hari Jum’at di Mushalla Mahkamah Syar’iyah Aceh pada tanggal 18 Oktober 2013 menampilkan penceramah salah seorang Hakim Tinggi Drs. H. Rafiuddin, MH. Ustadz yang baru pindah dari PTA Bengkulu ini menyampaikan tentang kegunaan akal fikiran dalam menjalani kehidupan. Ustadz mengawali ceramahnya dengan mengutip surat At-Tin ayat 4 yang artinya “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.

Menurut Ustadz, ayat tersebut merupakan bukti bahwa manusi adalah makhluk yang paling sempurna apabila dibandingkan dengan makhluk lain. Manusia diberikan akal fikiran yang akan menjadi suluh dalam kehidupannya. Dengan akal fikiran, manusia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Yang baik dilaksanakan dan yang buruk ditinggalkan agar selamat hidup di dunia dan di akhirat.

Akan tetapi tidak semua manusia mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk. Oleh karena itu Allah memperingatkan dalam ayat 5 surat at-Tin tersebut yang artinya “Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)”. 

“Manusia yang tidak menggunakan akal fikirannya akan celaka dalam hidupnya di dunia dan di akhirat,” kata H. Rafiuddin mengingatkan. Dijelaskan Ustadz lebih lanjut bahwa apabila akal fikiran telah dipergunakan dengan baik, maka akan datang hidayah dari Allah Swt. Dengan hidayah tersebut, manusia akan menjadi seorang yang beriman dan gemar melakukan amal saleh. 

Dalam ceramahnya yang berdurasi lebih kurang 15 menit tersebut, Ustadz menceritakan seorang perempuan yang bernama Ummu Sulaim yang menikah dengan seorang laki-laki Yahudi bernama Malik bin Nadar. Tidak lama setelah mereka menikah, Malik bin Nadar meninggal dunia. Ummu Sulaim berjanji dalam hati bahwa ia tidak akan menikah lagi sepanjang hidupnya. Tapi rupanya ada laki-laki Kristen kaya raya bernama Abu Talhah datang melamarnya. Talhah menawarkan apa saja keinginan Ummu Sulaim akan dipenuhinya seperti emas, perak dan lain sebagainya. Tawaran Abu Talhah tersebut ditolak mentah-mentah Ummu Sulaim dan hanya satu permintaannya apabila Talhah ingin menikah dengannya, yaitu Talhah bersedia masuk Islam.

“Pendek cerita Abu Talhah masuk Islam dan menikah dengan Ummu Sulaim dan mereka mendapat satu orang anak,” kata Ustadz menguraikan. Ketika Abu Talhah pergi berdagang tiba-tiba anak mereka demam panas dan meninggal dunia. Ummu Sulaim memandikan dan mengkafaninya serta dibuatnya di tempat tidur seperti layaknya anak yang tidur. Ketika Abu Talhah pulang tengah malam dan menanyakan keberadaan anak mereka, Ummu Sulaim menjawab bahwa anak sudah tidur.

Pada esok harinya Ummu Sulaim menjelaskan kepada Abu Talhah bahwa anak mereka telah meninggal dunia dan berharap supaya ikhlas dan tulus menghadapinya karena anak tersebut adalah amanah dan titipan dari Allah Swt. Mendengar penjelasan tersebut, Abu Talhah marah bukan kepalang tanggung lalu melaporkannya kepada Rasulullah Saw. “Jawaban Rasulullah kepada Abu Talhah adalah semoga malam tadi adalah malam yang berkah kepada kamu berdua,” kata Ustadz dalam cerpennya. Diuraikan Ustadz lebih lanjut bahwa ternyata dikemudian hari Ummu Sulaim dan Abu Talhah mendapat 9 orang anak.

“Hikmah dari kisah tersebut adalah mari kita tabah dan tawakkal menerima pemberian Tuhan dan selalu mempergunakan akal fikiran secara positif,” imbuh Ustadz sambil menutup ceramahnya.

(AHP)

Read more...

Comment

Subscribe to this RSS feed
lapor.png maklumat_pelayanan.jpg

HUBUNGI KAMI

Mahkamah Syar'iyah Aceh

Jl. T. Nyak Arief, Komplek Keistimewaan Aceh

Telp: 0651-7555976
Fax: 0651-7555977

Email :

ms.aceh@gmail.com

hukum.msaceh@gmail.com

kepegawaianmsaceh@gmail.com

jinayat.msaceh@gmail.com

TAUTAN APLIKASI

Aplikasi Sikep
Aplikasi Backup sikep
Komdanas MARI
Aplikasi SIMARI
Aplikasi Simarka
ACO (Access CCTV Online)
 
Facebook MS Aceh
IG MS Aceh
Youtube MS Aceh

 

LOKASI KANTOR