Cerai Gugat Mendominasi Perkara di MS kualasimpang | (8/11)
Cerai Gugat Mendominasi Perkara di MS kualasimpang

Kualasimpang | kualasimpang.ms-aceh.go.id
“Gugur satu tumbuh seribu”, barangkali peribahasa ini yang tepat untuk menggambarkan kondisi perkara di Mahkamah Syar’iyyah Kualasimpang selama periode bulan Januari hingga Oktober 2013. Pasalnya, perkara yang masuk hingga saat ini masih terus bertambah dan tidak sebanding dengan perkara yang diputus.
Berdasarkan laporan sementara yang berhasil dihimpun dari Kepaniteraan Mahkamah Syar’iyyah Kualasimpang, tercatat, untuk periode bulan Januari hingga Oktober 2013 ini saja, perkara yang masuk tidak kurang dari 319 Perkara. Di antara sekian banyak jenis perkara yang menjadi kewenangan Mahkamah Syar'iyyah Kualasimpang, ada satu jenis perkara yang paling menonjol atau kalau bisa disebut yang paling mendominasi secara jumlah yaitu cerai gugat.
Cerai gugat adalah perkara yang diajukan oleh kaum wanita sebagai istri terhadap kaum pria sebagai suami mengenai segala permasalahan rumah tangga.Di Mahkamah Syar'iyyah Kualasimpang, perkara cerai gugat menempati urutan teratas dari segi kuantitas dibanding perkara lainnya. Jumlah tersebut bisa dilihat pada bulan Januari 2013, di mana perkara cerai gugat yang masuk sebanyak 37 perkara, Februari 2013 sebanyak 26 perkara, Maret 2013 sebanyak 17 perkara, April 2013 sebanyak 29 perkara, Mei 2013 sebanyak 29 perkara, Juni 2013 sebanyak 21 perkara, Juli 2013 sebanyak 20 perkara, Agustus 2013 sebanyak 14 perkara, September 2013 sebanyak 40 perkara, dan Oktober 2013 sebanyak 23 perkara. Apabila diakumulasi keseluruhan, maka jumlah perkara cerai gugat yang terdaftar di Mahkamah Syar'iyyah Kualasimpang dalam rentang bulan Januari hingga Oktober 2013 sebanyak 256 perkara atau sekitar 80,25 % dari total 319 perkara. Jumlah sebanyak itu masih mungkin bertambahfrekuensinyamengingat tahun 2013 masih menyisakan dua bulan lagi yakni November dan Desember.
Menurut ibu Salbiah selaku Wapan, tingginya angka perceraian yang diajukan istri atau cerai gugat ke Mahkamah Syar'iyyah Kualasimpang mayoritas dilatarbelakangi oleh faktor tidak adanya tanggung jawab suami terhadap istri di samping faktor lainnya. Tercatat, dari total 256 perkara cerai gugat yang masuk saat ini, sekitar 195 atau 76,17 % perkara cerai gugat disebabkan tidak adanya tanggung jawab suami selaku kepala rumah tangga terhadap istrinya.
Kategori ketiadaan tanggung jawab suami terhadap istri dapat berupa tidak memberikan nafkah baik lahir maupun batin kepada istri dan meninggalkan istri tanpa alasan yang jelas. Dua alasan inilah yang paling sering menjadi indikator bagi istri untuk mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya, tutur ibu Salbiah.
Perbuatan suami yang demikian terhadap istrinya dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pasal 9 dikategorikan sebagai bentuk kekerasan dalam rumah tangga karena dianggap sebagai penelantaran.
Fenomena meningkatnya frekuensi perkara cerai gugat secara signifikan tersebut, ada kemungkinan menunjukkan tingkat pemahaman wanita sebagai istriyang semakin tinggiterhadap hak-hak mereka yang sudah seharusnya diperoleh dari suaminya atau bisa jadi saat ini, wanita semakin sadar dan mengerti bahwa negara telah berperan aktif dalam menjaga, melindungi dan memperjuangkan baik kehormatan maupun hak-hak mereka dalam rumah tangga melalui peraturan perundang-undangan semisal Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. (Handika Fuji Sunu)
