msaceh

Berita

Berita (1171)

Diskusi Ramadhan | (15/08)

Banda Aceh | ms-aceh.go.id

Memasuki hari-hari terakhir pelaksanaan ibadah puasa pada bulan suci Ramadhan 1433 H, kegiatan ceramah agama setelah shalat Zuhur di mushalla Mahkamah Syar’iyah Aceh tanggal 14 Agustus 2012 dibuat dalam bentuk dialog / diskusi. Hal tersebut dimaksudkan untuk membuat ceramah agama bervariasi dan tidak monoton dengan hanya mendengarkan tausiyah saja secara satu arah, tetapi dibangun dengan dua arah yaitu melalui tanya jawab.

Acara diskusi atau tanya jawab tersebut semakin bersemangat dengan kepiawaian moderator H. Abd. Hamid Pulungan  yang membuat suasana diskusi hidup dan diselingi dengan humor segar, sehingga membuat jamaah shalat Zuhur betah dan antusias mengikuti jalannya diskusi.

Ada 3 (tiga) orang yang mengajukan pertanyaan dalam diskusi tersebut yaitu H. Abdul Muin A. Kadir, Asri Damsy dan Ratna Juita, sedangkan yang tampil sebagai nara sumber adalah Ketua DR. H. Idris Mahmudy, SH. MH dan Wakil Ketua Drs. H. M. Jamil Ibrahim, SH. MH. . H. Abdul Muin A. Kadir yang disapa dengan AMKA ini mengajukan pertanyaan tentang penulisan Allah yang didapatinya dalam al-Qur’an yang tidak pakai tanda mad (garis tegak di atas tulisan Allah). Atas pertanyaan tersebut Ketua menjawabnya sebagai variasi percetakan al-Qur’an dan maknanya tetap menunjukkan lafzul jalalah.  “Al-Qur-an yang kita baca sekarang ini pada umumnya pakai baris untuk memudahkan pembacanya, mungkin saja ada keinginan percetakan membuat al-Qur’an tidak pakai baris seperti al-Qur’an pada masa yang lalu”, kata Ketua menjelaskan. 

Sementara itu, Asri Damsy sebagai penanya kedua mengajukan pertanyaan 3 (tiga) hal, yaitu tentang pengertian Allah bersemayam di Arsy, makna doa mohon dipanjangkan umur padahal umur manusia telah ditentukan oleh Allah dan pengertian hadits yang menyatakan orang yang selesai berpuasa Ramadhan seperti anak yang baru saja dilahirkan ibunya.

Wakil Ketua yang menjawab pertanyaan tersebut menyebutkan bahwa pengertian Allah bersemayam di Arsy adalah makna ghaira manqul, sama halnya dengan ayat yang berbunyi yadullahi fauqa aidihim maupun ayat wasi’a kursiyyuhu. Namun demikian, ada juga Ulama Tafsir yang mengartikan ayat tersebut tentang kekuasaan Allah. “Ayat-ayat tersebut adalah tentang Allah Maha Kuasa atas segala-galanya dan jangan diartikan Allah memiliki istana, memiliki kursi dan memiliki tangan”, kata Wakil Ketua seraya menyebut Allah tidak butuh atas istana tersebut.

Sedangkan pertanyaan Asri Damsy yang kedua dijawab oleh Ketua bahwa umur manusia itu sudah ditentukan lamanya, oleh karena itu apabila ada orang yang berdoa mohon umur yang panjang harus diartikan kemanfaatan dan keberkahan umur dalam beribadah kepada Allah. “Umur manusia itu telah ditentukan oleh Allah, oleh karena itu kita memohon umur yang panjang dengan maksud keberkahan hidup agar selalu beribadah dan bermanfaat”, kata Ketua seraya menyebut ayat yang artinya apabila datang ajal seseorang tidak dapat diperlambat ataupun diperpendek walaupun sesaat.

Menjawab pertanyaan yang ketiga yang diajukan Asri Damsy, Ketua menyebut bahwa manusia yang telah selesai berpuasa pada bulan Ramadhan seperti bayi yang baru saja dilahirkan ibunya. Tetapi Ketua menjelaskan, bahwa dalam hadits tersebut disebutkan seperti, yang berarti tidak sama  dengan bayi, oleh karena bayi tidak mempunyai apa-apa, sedangkan manusia dewasa sudah memiliki nilai ibadah.

Penanya yang ketiga adalah Ratna Juita yang mengajukan 2 (dua) pertanyaan tentang yang dialami oleh kaum hawa yaitu apakah sama nilai pahala orang yang berpuasa diluar Ramadhan untuk mengganti puasa yang tertinggal pada bulan Ramadhan karena uzur syar’i dan bagaimana apabila uzur syar’i tersebut datangnya di akhir Ramadhan yang berarti tidak akan mendapatkan lailtul qadr.

Menjawab pertanyaan tersebut, Wakil Ketua mengatakan bahwa pahala puasa diluar Ramadhan adalah sama dengan pahala puasa pada Ramadhan apabila puasa tersebut mengganti puasa yang tertinggal karena uzur syar’i. Sedangkan setentang lailatul qadr, Wakil Ketua menyebutkan tidak ada ketentuan yang pasti kapan datangnya lailatul qadr. “Ibu-ibu yang tidak puasa Ramadhan karena uzur syar’i wajib menggantinya pada bulan yang lain dan nilai pahalanya adalah sama dengan puasa pada bulan Ramadhan dan lailatul qadr akan diperoleh apabila kita khusu’ beribadah sepanjang Ramadhan, oleh karena itu Ibu-ibu jangan khawatir tidak mendapatkan pahala seperli Bapak-bapak karena Allah memberikan pahala yang sama antara laki-laki dan perempuan”, urai Wakil Ketua yang disambut tawa oleh jamaah.

Acara diskusi Ramadhan berakhir menjelang pukul 14.00 Wib dan jamaah tampak merasa puas dan ceria dengan diskusi tersebut sekalipun perut teras lapar.

(H. Abd. Hamid Pulungan)

Read more...

Comment

Diskusi Kelompok Pada Diklat Ekonomi Syariah | (6/9)

Bogor | www.ms-aceh.go.id

Menjelang berakhirnya Pendidikan dan Pelatihan Sertifikasi Hakim Ekonomi Syariah Peradilan Agama seluruh Indonesia yang sedang berlangsung di Balitbang Diklat Kumdil MA Megamendung, Bogor Jawa Barat diisi dengan kegiatan diskusi.

Seperti diketahui, bahwa calon peserta diklat diharuskan membuat makalah seputar ekonomi syariah dan diserahkan kepada Panitia. Makalah yang telah diseleksi dan dipandang makalah yang memenuhi kriteria didiskusikan oleh peserta diklat.

Untuk Kelas A, makalah yang dianggap layak untuk dipresentasikan dan dibahas secara bersama-sama adalah makalah yang ditulis oleh Drs. H. Pelmizar. M.HI, Hakim Tinggi PTA Jakarta dengan judul Proses Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama dan makalah yang dibuat Drs. H. Amar Syofyan, MH, Hakim PA Kisaran dengan judul Penyimpangan dan Kendala-Kendala Dalam Penerapan Sistem Murabahah pada Bank Syariah Mandiri.

Untuk sesi pertama, tampil H. Pelmizar dengan moderator Drs. H. Anang Permana, SH., MH, Wakil Ketua PA Cirebon. Dalam makalahnya, H. Pelmizar menguraikan  bahwa sengketa ekonomi syariah adalah merupakan kewenangan Pengadilan Agama sebagaimana disebutkan pada Pasal 49 huruf (i) UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

Kewenangan PA tersebut dipertegas lagi dengan adanya putusan MK No. 93/PUU-X/2012 tanggal 29 Agustus 2013 yang menegaskan bahwa penjelasan Pasal 55 ayat (2) UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Dari penjelasan Pasal 55 ayat (2) UU No. 21 Tahun 2008 telah  memunculkan pilihan hukum penyelesaian sengketa ekonomi syariah (choice of forum) pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. ”Alhamdulillah, tidak ada lagi pilihan hukum dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah pasca putusan MK tersebut dan sepenuhnya menjadi kewenangan PA,” tandas H. Pelmizar yang disambut tepuk tangan peserta diklat.

Menurut H. Pelmizar, para pihak sebelum mengajukan sengketa melalui jalur pengadilan  dapat menyelesaikan perkaranya di luar pengadilan dengan cara perdamaian.

Dalam agama Islam perdamaian (al-sulh) sangat dianjurkan dan merupakan doktrin dalam bidang muamalah, karena perdamaian adalah fitrah manusia. Sementara itu, dalam zaman modern sekarang ini alternative dispute resolution (alternatif penyelesaian sengketa) dapat dijadikan wadah penyelesaian sengketa ekonomi syariah.

Setentang penyelesaian sengketa ekonomi syariah, H. Pelmizar menjelaskan bahwa perkara sengketa ekonomi syariah adalah merupakan gugatan perdata yang diajukan ke PA oleh Penggugat atau kuasanya sebagamana mengajukan gugatan perdata pada umumnya.

Majelis Hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara berpedoman kepada hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, hal ini sebagaimana diatur pada Pasal 54 UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.  “Pemeriksaan perkara sengketa ekonomi syariah sama dengan pemeriksaan gugatan perdata lainnya,” kata H. Pelmizar yang berasal dari Sumatera Barat ini.

Pada sesi kedua, tampil pemakalah H. Amar Syofyan yang menyajikan tentang sistim murabahah pada Bank Syariah Mandiri. Dalam penjelasannya, H. Amar Syofyan menguraikan transaksi murabahah berpedoman kepada Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Murabahah itu sendiri dibahas H. Amar Syofyan secara mendetail, baik pengertian dan prakteknya maupun kendala yang dihadapi.

Tidak lupa pula pemakalah mengajak peserta diklat pada khususnya dan warga peradilan agama seluruh Indonesia pada umumnya untuk menggunakan Bank Syariah dalam melakukan transaksi perbankan. “Saya mengajak kita semua untuk memanfaatkan jasa Bank Syariah dalam kegiatan perbankan karena bebas dari riba,” kata Hakim yang berasal dari Kabupaten Batubara Sumatera Utara ini.

Dalam sesi tanya jawab, peserta banyak mempertanyakan tentang seputar ekonomi syariah maupun manfaat jasa Bank Syariah. Dari pertanyaan-pertanyaan dan jawaban serta saran dari peserta, forum diskusi merekomendasikan agar Hakim yang telah ikut diklat sertifikasi ekonomi syariah menjadi Majelis Hakim dalam memeriksa dan mengadili sengketa ekonomi syariah di PA masing-masing. Selain itu, dihimbau kepada warga peradilan agama agar menjadi nasabah Bank Syariah. Diskusi dipandu oleh Drs. H. Mawardi Amien, SH., M.HI dan Drs. H. Arief Saefuddn, SH., MH.

Sementara itu diskusi pada Kelas B yang tampil sebagai pemakalah pertama adalah Cholidul Azhar, SH., M. Hum dari PTA Makassar dengan judul makalah Aspek Hukum Perbankan Syariah Dalam Kaitannya Dengan Kompetensi Absolut Pengadilan Agama.

Dan  pemakalah kedua adalah Dra. Nur Djannah Syah, SH., MH dari PA Jakarta Pusat yang diperbantukan di Badilag sebagai Hakim Yustisial dengan makalah berjudul Beberapa Hal Yang Harus Dipahami Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah.  Diskusi pada kelas B dipandu oleh Dr. H. Bunyamin Alamsyah, SH. M. Hum.

Sedangkan diskusi pada kelas C yang tampil sebagai pemakalah pertama adalah Dr. B. Madjdudin, MH yang berasal dari PTA Bandar Lampung yang membawakan makalah berjudul Jarimah Ta’zir Bagi Pelaku Insider Trading.

Pemakalah kedua adalah Drs. Paet Hasibuan, SH., MH dari PA Pariaman dengan makalah berjudul Eksekusi Hak Tanggungan Dalam Teori dan Praktek di Pengadilan Agama.   Diskusi pada kelas C dipandu oleh Dr. H. Komari, SH., M. Hum.

Diskusi berjalan dengan tertib dan lancar dan peserta diskusi nampak aktif dalam mengikuti kegiatan. Misalnya saja peserta dari kelas A Uray Gapima Aprianto, M.H. yang berasal dari PA Mempawah memberikan ide-ide cemerlang dan menarik dengan gaya bahasa khasnya yang berasal dari Kalimantan Barat.

Selain keaktifan peserta, juga hal yang tidak kalah pentingnya adalah kepiawaian pemandu sehingga diskusi hidup dan menarik. Diskusi berakhir pukul 16.30 Wb sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.

(AHP)

Read more...

Comment

Diskusi Kecil Tentang Itsbat Nikah Di Mahkamah Syar’iyah Aceh | (29/03)

Banda Aceh | www.ms-aceh.go.id

Sekitar pukul 14.30 Wib hari Rabu tanggal 28 Maret 2012 datang 5 (lima) orang Ibu-ibu berkunjung ke Mahkamah Syar’iyah Aceh dan menyatakan ingin bertemu dengan Ketua. Kedatangan Ibu-ibu ini disambut baik oleh Ketua yang didampingi Wakil Ketua, Panitera, Wakil Panitera dan Wakil Sekretaris serta seorang Hakim Tinggi. Setelah perbincangan dimulai, lalu juru bicara Ibu-ibu tersebut yang bernama Khairani Arifin memperkenalkan diri bahwa mereka adalah dari beberapa lembaga swadaya masyarakat yang selalu konsisten untuk memperjuangkan kepentingan kaum perempuan. Kelima Ibu-ibu ini adalah Khairani Arifin dan Suraiya Kamaruzaman dari The Australia Indonesia Partnership for Local Governance Innovations for Communities in Aceh (LOGIGA2). Cut Risna Aini dari Solidaritas Perempuan. Desy Setiawaty dari Flower Aceh dan Leila Juari dari Relawan dan untuk Kemanusian (RPuK).

Khairani Arifin menyatakan bahwa maksud dan tujuan mereka datang ke Mahkamah Syar’iyah Aceh adalah untuk mendiskusikan tentang Itsbat Nikah secara massal yang akan mereka ajukan dalam waktu dekat ini di Mahkamah Syar’iyah Meureudu Kabupaten Pidie Jaya. Menurut Khairani, banyak di antara masyarakat tidak memiliki buku nikah sekalipun pernikahan mereka telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum agama. Hal ini berdasarkan penelitian yang mereka lakukan maupun pengalaman ketika mendampingi dalam beberapa kasus rumah tangga yang ditangani ternyata banyak ditemui keluarga yang tidak memiliki buku nikah.

Dijelaskan Khairani lebih lanjut, mereka menemukan di satu desa terdapat 200 (dua ratus) keluarga yang tidak memiliki buku nikah dan keluarga tersebut mengalami kesulitan ketika akan mengurus hak-hak sipil yang diperlukan, misalnya mengurus kartu keluarga, mengurus akta kelahiran anak dan lain-lain. “Oleh karena itulah kami merasa terpanggil untuk membantu keluarga yang tidak memiliki buku nikah tersebut dengan melakukan terobosan hukum dengan cara mengajukan itsbat nikah massal”, kata Khairani sambil menyerahkan data penelitian mereka tentang keluarga yang tidak memiliki buku nikah kepada Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh Drs. H. Idris Mahmudy, SH. MH.

Ditambahkannya, bahwa penyebab masyarakat tidak memiliki buku nikah tersebut ada 2 (dua) faktor, yaitu pernikahan yang dilaksanakan pada masa konflik dan pernikahan yang dilangsungkan di luar negeri pada masa konflik. Seperti diketahui, bahwa di Aceh pernah terjadi masa konflik yang berkepanjangan yang mengakibatkan kehidupan masyarakat pada waktu itu serba sulit termasuk di dalamnya ketika melangsungkan pernikahan.

Ibu yang lain bernama Suraiya Kamaruzaman menjelaskan bahwa mereka telah menemui pihak Kementerian Agama untuk membicarakan pelaksanaan nikah secara massal bagi keluarga yang tidak memiliki buku nikah. Dari pembicaraan tersebut diperoleh penjelasan bahwa mereka harus mengajukan itsbat nikah ke Mahkamah Syar’iyah dan pihak Kementerian Agama dalam hal ini KUA Kecamatan akan menerbitkan buku nikah setelah pernikahan tersebut diitsbatkan terlebih dahulu. “Agar buku nikah tersebut dapat diterbitkan oleh KUA Kecamatan, maka kami mohon kiranya Mahkamah Syar’iyah Aceh memberi izin kepada Mahkamah Syar’iyah tingkat pertama melaksanakan persidangan itsbat nikah tersebut”, kata Suraiya Kamaruzaman sambil berharap agar permohonan mereka dapat dikabulkan.

Menanggapi permohonan Ibu-ibu dari lembaga swadaya masyarakat ini, Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh H. Idris Mahmudy menjelaskan bahwa itsbat nikah harus diajukan ke Mahkamah Syar’iyah setempat sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku dan tidak diajukan secara massal karena persidangan tersebut ada tahap-tahapannya. Dijelaskannya lagi, sebelum perkara itsbat nikah diajukan ke Mahkamah Syar’iyah terlebih dahulu pernikahannya didata dengan baik, misalnya siapa walinya, siapa saksinya, apa maharnya dan lain-lain. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai terjadi penyelundupan hukum, yaitu itsbat nikah terhadap perkawinan secara poligami atau terhadap nikah sirri. Dijelaskannya lagi, bahwa dalam mengajukan perkara itsbat nikah tersebut dapat juga menghubungi pemerintah daerah setempat agar dapat membantu dana yang diperlukan, sekaligus agar mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.

Wakil Ketua Drs. H. M. Jamil Ibrahim, SH. MH yang turut hadir pada pertemuan tersebut memberikan apresiasi yang tinggi terhadap Ibu-ibu dari LSM yang terpanggil hatinya untuk membantu masyarakat agar setiap perkawinan memiliki buku nikah seperti yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Semoga niat yang tulus dari Ibu-ibu dapat terlaksana dengan baik, kata beliau.

Nampak Ibu-ibu dari Lembaga Swadaya Masyarakat ini merasa puas dan senang atas penerimaan dan penjelasan yang diberikan dan tanpa terasa pertemuanpun berakhir menjelang tibanya waktu shalat Ashar.

(H. Abd. Hamid Pulungan)

Read more...

Comment

Subscribe to this RSS feed
lapor.png maklumat_pelayanan.jpg

HUBUNGI KAMI

Mahkamah Syar'iyah Aceh

Jl. T. Nyak Arief, Komplek Keistimewaan Aceh

Telp: 0651-7555976
Fax: 0651-7555977

Email :

ms.aceh@gmail.com

hukum.msaceh@gmail.com

kepegawaianmsaceh@gmail.com

jinayat.msaceh@gmail.com

LOKASI KANTOR