MENYAMBUT QANUN JINAYAH NOMOR 6 TAHUN 2014
MENYAMBUT QANUN JINAYAH NOMOR 6 TAHUN 2014
(ditulis oleh: Drs. Zulkarnain Lubis M.H./Ketua MS. Langsa)
Pendahuluan
Meski tinggal beberapa bulan lagi Qanun Jinayah yang baru nomor 6 tahun 2014 akan diberlakukan di seluruh wilayah Aceh, belum terlihat adanya tanda-tanda sosialisasi terhadap qonun tersebut, baik dalam bentuk selebaran, spanduk, pengumuman atau pamflet khususnya dari pemerintah setempat. Padahal melihat kepada besarnya hukuman yang ada di dalam qonun khomar, maisir dan khalwat tersebut qanun jinayah cukup besar. Sementara kita tahu bahwa hukuman cambuk yang ada sekarang ini saja masyarakat masih terjadi pro kontra, banyak yang kurang menyetujuinya, memandang dengan sebelah mata, akibatnya di beberapa daerah belum berjalan efektif. Bahkan beberapa wilayah aceh ada yang sama sekali belum pernah melaksanakan hukuman cambuk.
Tulisan ini dimaksudkan sebagai deskripsi terhadap qonun Jinayah yang baru kepada para praktisi maupun mahasiswa hukum, para pencinta ilmu hukum yang sedang mempelajari hukum jinayah di Aceh ditambah beberapa analisis singkat dari Penulis sendiri terhadap Qonun tersebut. Atas dasar itu Penulis akan menyajikan beberapa ulasan penting terkait dengan Qonun Jinayah tersebut.
Eksistensi Qonun Jinayah
Kita tahu bahwa eksistensi pelaksanaan Syariat Islam di Aceh secara yuridis bermula sejak diberlakukannya Undang Undang nomor 44 tahun 1999 tentang penyelengaraan keistimewaan Propinsi Daerah Istemewa Aceh, Undang undang nomor 18 tahun 2001 tentang Otonomi khusus bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh yang kemudian diperbaharui dengan Undang undang nomor 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh. Sebelumnya telah lahir qonun nomor 10 tahun 2002 tentang Peradilan Syariat Islam, qonun tentang maisir, khomar dan khalwat. Di dalam salah satu pasal qanun nomor 10 tahun 2002 telah disebutkan bahwa Peradilan syariat Islam di Aceh adalah bagian dari sistem peradilan nasional dalam lingkungan peradilan agama yang dilakukan oleh Mahkamah Syar’iyah yang bebas dari pihak manapun. Undang undang ini menjadi landasan yuridis bagi pemerintah Aceh bersama Dewan Perwakilan Aceh (DPRA) dalam menyusun beberapa Qanun di Aceh yang mengatur pelaksanaan Syariat Islam.
Qanun tentang maisir, khomar dan khalwat yang saat ini sudah berjalan nantinya akan diubah dengan qanun terbaru nomor 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayah yang sudah disahkan dan baru berlaku efektif nanti pada tanggal 23 Oktober 2015. Qanun Jinayah (disingkat QJ) tersebut telah mencakup aturan tentang hukuman atas jarimah yang lebih luas termasuk di dalamnya juga maisir, khomar dan khalwat. Tambahan aturan tersebut tentang jarimah ikhtilath (perbuatan bermesraan), zina, pelecehan seksual, liwath (homoseksual), musahaqah (lesbian) pemerkosaan dan qazaf (tuduhan zina). Qanun ini idealnya harus diberlakukan dan dilaksanakan sejak tanggal 23 Oktober 2015.
Untuk mendownload Artikel Selengkapnya, KLIK DISINI