msaceh

Ketika Hukum Ilahi (syari'at Islam) diabaikan

Dilihat: 15595

KETIKA HUKUM ILAHI (SYARI’AT ISLAM)

DIABAIKAN – SEBUAH KENISCAYAAN

OLEH : Drs. BAIDHOWI. HB, SH

PENDAHULUAN

Ketika petinggi-petinggi Negeri ini mengalami kebingungan mencari konsep yang tepat diterapkan dinegeri ini akan dibawa kemana warga bangsa ini kedepan dan dengan apa dasar pijakan dalam mengemban tugas-tugas dan mengatur kehidupan bangsa ini, ditengah kebingungan itu ada yang berfikir bagaimana kiranya kalau kita adopsi theory Barat, Theory Amerika, dan Theory-theory Negara maju lainnya.

 

Ketika itu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, disekitar tahun 1999 yang ketika itu disebut Provinsi Daerah Istimewa Aceh mencoba mencari bentuk konsep pilihan, dengan mengingat latar belakang sejarah kehidupan masyarakat Aceh yang panjang, maka jatuhlah konsep pilihan masyarakat Aceh menjadikan Islam sebagai pedoman kehidupan warganya dibawah semboyan “ Adat bak Poteumeureuhom, Hukum Bak Syiah Kuala, Qanun bak Putroe Phang, Reusam bak Laksamana” yang artinya “Hukum adat ditangan pemerintah dan hukum syari’at ada ditanganUlama” maka dengan tegas masyarakat Aceh memilih konsep syari’at Islam sebagai landasan kehidupan warga masyarakat Aceh dengan segala kelebihan dan kekurangan.

Lalu bagaimana dengan daerah lainnya dinegeri ini, nampaknya terbuai dengan budaya Fathernalistik apa yang disukai dan disenangi para petinggi-petinggi diatas, syurga nurut mereka katut. Hal inilah yang mendorong penulis ingin lebih jauh melihat fenomena ini dalam tataran yang konperhensip sebagai terurai dibawah ini :

PEMBAHASAN

Apabila kita berfikir secara sederhana saja, ketika di Negeri ini akan mengadopsi konsep-konsep budaya Barat, budaya Amerika dan Negara-negara maju lainnya, apa mungkin semua konsep itu bisa kita terapkan di Negeri ini, kalau boleh saya ambil missal bahwa dari poster tubuh saja, bahwa orang-orang barat dan Amerika, begitu juga orang-orang Rusia, mereka memiliki poster tubuh yang lebih tinggi dan besar, bila dibandingkan dengan postur tubuh warga bangsa di Negeri ini, yang memiliki postur tubuh yang relatif lebih kecil.

Dari contoh yang sangat sederhana ini saja, kita bisa bayangkan apa mungkin sesuai konsep budaya mereka untuk kita adopsi menjadi budaya kita? Kalau jawabannya tidak mungkin mengapa kita harus paksakan untuk kita terapkan dinegeri yang makanan pokoknya nasi atau beras ini, bukan gandum atau roti.

Sebagai contoh lain barangkali, kita bisa lihat misalnya konsep demokrasi yang sejak era Reformasi digulirkan kita bangsa ini mencoba meniru konsep budaya demokrasi yang dikembangkan di Negara-negara Barat dan Negara maju lainnya. Ketika kita terapkan di Negeri ini, yang nota benenya  dalam musyawarah yang sejak nenek moyang kita menerapkan azas kekeluargaan, saling menerima dan memberi, saling menghargai pendapat, legowo dalam menerima kekalahan dan atau kemenangan, dengan penuh kedewasaan dengan mengedepankan azas kekeluargaan dan ini dirasakan mulai dari tingkat pedesaan dan seterusnya sampai kejenjang tertinggi, semua kita lihat dalam sejarah disaat memperjuangkan Negara ini untuk menuju merdeka.

Ternyata konsep-konsep dari luar tersebut, justru merusak tatanan kehidupan bangsa ini yang sudah tidak mengenal ethika lagi, mana dan siapa yang patut dihormati dan dihargai, nyaris hilang, yang anak sudah tidak berethika lagi ketika bicara dengan orang yang seharusnya dituakan dan dihormati. Apa itu dampak dari sebuah demokrasi?

Menurut penulis boleh jadi itu suatu dampak dari sebuah demokrasi yang kebablasan, karena baju-baju yang kita pakai itu tidak pas dengan ukuran tubuh kita tadi, sementara ukuran baju-baju yang pas untuk kita, kita sudah tinggalkan dan mungkin nyaris dibuang. Dan itulah sebuah keniscayaan.

KONSEP ILAHI SEBUAH SOLUSI

Ketika konsep ilahi diterapkan oleh orang kepercayaanNya ditengah-tengah kehidupan masyarakat bangsanya saat itu, ternyata dalam waktu yang relatif singkat, tidak lebih dari 23 tahun telah mampu memberikan perubahan yang cukup pesat, baik system ekonomi, politik, budaya dan lain-lain, konsep mana yang diterima baik kawan maupun lawan dan bahkan keberhasilan dalam melakukan perubahan Besar oleh salah seorang sarjana pengamat dan peneliti dalam bidangnya itu mencatat dan menempatkan orang kepercayaan ilahi diatas, pada urutan pertama diantara 100 tokoh di Dunia ini.

Berangkat dari sejarah tentang keberhasilan orang kepercayaan ilahi dimaksud, konsep-konsep penyelenggaraan berbangsa dan bernegara, politik, ekonomi, hukum, budaya dan pergaulan antara bangsa, hingga saat ini bisa kita baca, lihat dan gali dalam sebuah kitab suci peninggalannya.

Persoalannya sekarang, adalah apakah warga bangsa ini melalui petinggi-petinggi negeri ini ada kemauan dan atau keberanian untuk menggali dan mereaktualisasikan nilai-nilai konsep ilahiyah dalam kitab sucinya kedalam segala lini roda kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara di Negeri ini. Hal ini mohon tidak ditafsir/diartikan untuk mendirikan sebuah Negara Islam.

Penulis yakin dan percaya manakala kita terbuka dan membuka hati dan membuka diri untuk melaksanakan konsep-konsep ilahi di atas, segala harapan kemakmuran dan kesejahteraan bagi warga bangsa ini akan terwujud dalam sebuah keniscayaan.

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sejak tahun 1999 sampai saat ini sudah berjalan 10 tahun lebih, mulai berbenah diri melalui perangkat-perangkatnya sebagai dasar-dasar pijakan dalam melangkah lebih jauh dalam tataran konsep syari’ah ilahiyah. Antara lain :

Undang-Undang :

1.      Undang-undang No. 44 Tahun 1999, tentang penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh.

2.      Undang-undang No. 11 Tahun 2006, tentang Pemerintahan Aceh.

Peraturan-peraturan Daerah :

1.      Perda No. 5 tahun 2000, tentang Pelaksanaan Syari’at Islam.

2.      Qanun Provinsi NAD, No. 10 tahun 2002, tentang Peradilan Syari’at Islam.

3.      Qanun Provinsi NAD, No. 11 tahun 2002, tentang Pelaksanaan Syari’at Islam, Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam.

4.      Qanun Provinsi NAD, No. 12 tahun 2003, tentang Minuman Khamar dan sejenisnya.

5.      Qanun Provinsi NAD, No. 13 tahun 2003, tentang maisir (Perjudian).

6.      Qanun Provinsi NAD, No. 14 tahun 2003, tentang Khalwat (mesum).

7.      Qanun Provinsi NAD, No. 7 tahun 2004, tentang Pengelolaan Zakat.

8.      Peraturan Gubernur Provinsi NAD, No 10 tahun 2005 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Uqubat Cambuk.

9.      Matrik Perbuatan Pidana dan Hukumnya didalam Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Dan perangkat-perangkat peraturan lainnya.

Sehingga saat ini Provinsi Aceh terus berbenah diri dalam berbagai aspek lapangan kehidupan, yang seluruhnya diharapkan berlandaskan konsep syariah ilahiyah. Kapan semua itu terwujud? Jawabannya sebuah keniscayaan.

SEBUAH HARAPAN DAN KENYATAAN

Sudah sejak awal kemerdekaan warga bangsa ini ingin merdeka, merdeka berbuat, merdeka berfikir, merdeka dalam aspek kehidupan, namun sampai saat ini warga bangsa belum sepenuhnya merdeka, pada hal dalam salah satu tujuan yang dirumuskan dalam periambul UUD 1945, bahwa bangsa ini merdeka bertujuan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Dua kata “adil” dan “ makmur” sampai saat ini belum terwujud, entah sampai kapan, itupun sebuah keniscayaan.

Karena “adil” dan “makmur” hingga saati ini belum tercapai maka penulis berani mengatakan kita warga bangsa ini belum sepenuhnya merdeka.

Kenyataan kita masih banyak mengadopsi (dalam bahasa penulis banyak meniru) budaya luar, padahal kita punya prinsip hidup dan budaya sendiri. Salah seorang Profesor dalam sebuah seminar di Aceh menyatakan, kalau kita ingin maju, hendaknya kita bangsa ini tidak terlalu banyak meniru, (cont : produk budaya Negara lain) ketika Negara ini beralih dari konsep yang kita tiru, kita sudah beberapa langkah ketinggalan, pertanyaannya kapan kita maju ? dalam arti merdeka, artinya hingga saat ini bangsa kita masih dalam jajahan budaya Negara luar.

Manakala bangsa kita ini melalui konsep ilahiyah yang tidak membenarkan menjajah dan dijajah, tapi sangat-sangat menekankan kemerdekaan, berfikir, bertindak, mengatur dan mengelola seluruh lini kehidupan ini, tidak menggantungkan diri dengan Negara lain/pihak luar, maka ketika itulah sebuah kemerdekaan akan melahirkan sebuah keadilan dan kemakmuran bagi warga bangsa ini. Dan semua ini  kita dapat berharap dalam sebuah keniscayaan.

PENUTUP

Itulah sekelumit gambaran kehidupan warga bangsa ini, nampaknya semakin jauh dari konsep ilahiyah, suka meniru tidak pernah mencipta, seakan tidak punya panduan. Karena itu tawaran konsep ilahiyah merupakan solusi yang teorinya sudah teruji.

Demikian artikel ini ditulis dalam segala keterbatasan yang ada, semoga bermanfaat adanya.

Banda Aceh, 20 Oktober 2010

Penulis,

 

Drs. BAIDHOWI. HB, SH

lapor.png maklumat_pelayanan.jpg

HUBUNGI KAMI

Mahkamah Syar'iyah Aceh

Jl. T. Nyak Arief, Komplek Keistimewaan Aceh

Telp: 0651-7555976
Fax: 0651-7555977

Email :

ms.aceh@gmail.com

hukum.msaceh@gmail.com

kepegawaianmsaceh@gmail.com

jinayat.msaceh@gmail.com

LOKASI KANTOR