EPISODE PENGORBANAN NABI IBRAHIM AS DAN KELUARGANYA (Dari Lembah ke Peradaban)
“ EPISODE PENGORBANAN NABI IBRAHIM AS DAN KELUARGANYA (Dari Lembah ke Peradaban) “
Oleh : Faisal Reza, S.HI (Calon Panitera Pengganti Mahkamah Syar’iyah Meureudu)
Bulan Zulhijjah adalah bulan haji dan Pengorbanan karena rangkaian Ibadah haji dan Qurban di lakukan pada bulan ini dan hari raya Idul Adha juga dikenal dengan hari raya Qurban. Hari raya Idul Adha yang kita peringati dan kita rayakan setiap tahun telah memberikan kesan dan pelajaran yang dalam untuk kita semua, khususnya dalam kaitan mengenang tokoh-tokoh yang terkait dengan peristiwa pengorbanan. Nabi Ibrahim As, Siti Hajar dan Ismail As merupakan figur-figur yang memang patut kita teladani.Dan kisah Nabi Ibrahim As dan keluarganya adalah cerita pengorbanan yang tidak ada batasnya karena rangkaian episode yang dijalani Nabi Ibrahim As dan keluarganya dilalui dengan ujian pengorbanan demi pengorbanan dengan sempurna.Berkata Ibnu Abbas r.a., “Belum ada para nabi yang mendapatkan ujian dalam agama kemudian menegakkannya dengan sempurna melebihi Ibrahim As. Dalam riwayat lain Ibnu Abbas mengatakan, ”Kalimat atau tugas yang dilaksanakan dengan sempurna yaitu meninggalkan kaumnya ketika mereka menyembah berhala, membantah keyakinan raja Namrud, bersabar ketika dilemparkan ke dalam api yang sangat panas, hijrah meninggalkan tanah airnya, menjamu tamunya dengan baik, dan bersabar ketika diperintah menyembelih putranya.
Setelah selamat dari upaya pembunuhan kaumnya dan setelah terbebas dari kezhaliman Raja Namrud, Ibrahim As bersama istrinya, Sarah, bapak, dan saudara sepupunya, Luth As hijrah menuju Syam. Tepatnya ke Baitul Maqdis, Palestina (Ash-Shaaffat: 99). Di tengah jalan, di daerah Haran, Damasqus, bapaknya meninggal. Ibrahim bersama keluarganya menetap sementara di Haran. Di kota ini Ibrahim a.s. menyinggung dan menentang penyembahan mereka yang menyembah bintang, bulan, dan benda langit lainnya. Kisah ini Allah abadikan dalam surat Al-an’am :75-83. Ibrahim As dan keluarganya melanjutkan perjalanan ke Baitul Maqdis setelah sebelumnya mampir di Mesir. Dari Mesir Ibrahim a.s. mendapat banyak hadiah harta, binatang ternak, budak, dan pembantu bernama Hajar yang keturunan Qibti. Selama dua puluh tahun tinggal di Baitul Maqdis, Ibrahim As tidak mendapatkan keturunan sehingga istrinya, Sarah, merasa kasihan dan memberikan budaknya pada Ibrahim. Sarah berkata pada Ibrahim, “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan aku untuk mendapatkan anak. Masuklah pada budakku ini, semoga Allah memberi rezki anak pada kita”. Setelah itu lahirlah Ismail, tetapi Sarah merasa cemburu berat. Akhirnya, Ibrahim As membawa pergi Hajar dan putranya.
Episode Pengorbanan
Ibrahim As berjalan tertatih. Hawa panas gurun membasuh seluruh tubuhnya. Di sampingnya berjalan hajar sambil menggendong bayinya yang masih merah. Mereka berjalan kaki menyusuri gurun pasir yang ganas dari Syam (Syria) hingga sampai di suatu daerah, Gunung Faran di Makkah. Lelaki tua itu menempatkan isteri dan anaknya di lembah yang tidak ditumbuhi satu pun tumbuhan. sebuah lembah yang kering, gersang dan asing, lalu beliau pergi meninggalkan mereka berdua.
Disebutkan dalam riwayat, ketika Ibrahim As akan meninggalkan putranya (ismail) dan istrinya (Hajar) saat itu dalam kondisi menyusui. Ketika Ibrahim meninggalkan keduanya dan memalingkan wajah, Hajar bangkit dan memegang baju Ibrahim. “Wahai Ibrahim, mau pergi ke mana? Engkau meninggalkan kami di sini padahal kami tidak memiliki bekal apa – apa yang mencukupi kebutuhan kami?” Ibrahim tidak menjawab. Hajar semakin penasaran dan terus-menerus memanggil. Ibrahim tidak menjawab. Hajar bertanya, “Apakah Allah yang menyuruhmu seperti ini?” Ibrahim menjawab, “Ya.’ Hajar berkata, “Kalau begitu pergilah, pasti Allah tidak akan menyia-nyiakan kita.”
Mengagumkan, Tidak ada pengorbanan yang lebih besar dari seorang kepala rumah tangga melebihi pengorbanan meninggalkan putra dan istri yang paling dicintainya. Tetapi itu semua dilakukan Ibrahim dengan penuh ikhlas menyambut seruan Allah. Peristiwa ini diabadikan Allah dalam Al-Qur’an di surat Ibrahim : 37-40. Sebuah episode pengorban yang dalam dan sangat mengagumkan. Lebih dari 80 tahun Ibrahim menantikan kehadiran keturunan, tapi ketika ia hadir di pangkuannya saat keputusasaan memenuhi rongga dadanya, ia justru membawa anaknya ke lembah itu. Seakan-akan ia hanya datang menitip mereka kepada alam. Namun demikian, mereka tunduk pada perintah Allah dan meyakini kebenaran janji-Nya. Betapa agung kedudukanya di sisi Allah Swt.
Hajar seperti tak berdaya karena di sekelilingnya hanya terhampar padang pasir yang tandus. Tanpa putus asa dia pun berjalan mencari tempat yang lebih tinggi untuk melihat-lihat, adakah mata air untuk melepas dahaga sang anak dan dirinya. Dia pergi ke bukit Shafa, lalu ia turun dari Shafa, ketika sampai di dataran paling rendah di antara dua bukit, dia semakin semangat untuk segera menuju bukit berikutnya, Marwah. Sesampainya di puncak Marwah, matanya bergerak melihat-lihat, adakah gerangan orang yang lewat? Lalu segera dia turun dari Marwah berlari menuju Shafa untuk melakukan hal yang sama. Lari menuruni bukit, ketika sampai di lembah, dia mempercepat larinya untuk naik menuju bukit yang lain, demikianlah Hajar berulang-ulang melakukannya sebanyak tujuh kali. Diawali di bukit Shafa dan berakhir di bukit Marwah. Rasulullah Saw bersabda : “…karenanya orang-orang melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah”.
Putus sudah harapan Hajar untuk bergantung kepada sesama makhluk dan tidak tersisa baginya kecuali berharap kepada Allah seraya memanjatkan doa. Tiba-tiba dia mendengar suara, “engkau telah panjatkan doa memohon pertolongan”. Seketika sesosok malaikat tepat berada dekat kaki sang bayi sambil memukul-mukullkan tumitnya ke tanah hingga air yang penuh berkah memancar. Siti Hajar mulai mengumpulkan air dan memagarinya dengan pasir hingga air menggenang setinggi betis. Rasulullah Saw bersabda :“Sesungguhnya ketika Jibril menggerakkan kedua tumitnya untuk memencarkan air zam-zam, Ibu Ismail (Hajar) segera mengumpulkan kerikil (agar air menggenang). Semoga Allah merahmati Hajar, kalau saja dia tidak menghimpunnya, hanya akan menjadi mata air biasa (yang tercecer)”.
Nabi Ibrahim As memanjatkan doa yang diabadikan dalam Al-Quran :“Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Ibrahim : 7).
Tapi bukan itu puncak pengorbanan Ibrahim dan keluarganya. Puncak pengorbanan itu datang dalam bentuk perintah yang lebih tidak masuk akal lagi dari sebelumnya. Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih Ismail. Kita bisa membayangkan, betapa senangnya Ibrahim As memiliki putera yang diidam-idamkannya, putera yang terlahir secara ajaib karena lahir dari rahim nenek yang sudah renta. Betapa senangnya Ibrahim As, apalagi sang putera menjelang remaja, sebagai tunas yang kelak menggantikan misi kenabiannya, keinginanya memiliki anak ia adukan kepada Allah agar kelak risalahnya tidak mati sepeninggalnya. Tapi anak tersebut harus disembelih. Al-Quran mengisahkan secara dramatis dalam Surat Ash-Shaaffaat : 102 – 109. “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”.
Subhanallah.! Sebuah ketundukkan yang mengagumkan diperlihatkan oleh Ibrahim As, suatu kepasrahan yang elegan. Tatkala di usia senja dianugerahi putera yang diidamkannya, sang putera yang sering ditinggalkan menginjak remaja, tersirat harapan besar sang pelanjut misi suci, tiba-tiba Allah memberi perintah kepadanya untuk menyembelih putera tercinta. Sang Nabi dihadapkan pada dua pilihan sulit, apakah taat pada perintah Allah atau mengikuti rasa cintanya kepada sang putera. Bukan pilihan yang mudah bagi manusia pada umumnya. Namun, naluri iman membimbingnya untuk tunduk kepada titah sang Khaliq. Tanpa ragu sedikitpun, Ibrahim As bergeming untuk memenuhi perintah Allah Swt. Putera tercinta, Ismail As pun dengan lantang, tegar, penuh kepasrahan dan keyakinan bersedia untuk disembelih oleh tangan bapaknya sendiri. Yang dilakukannya adalah mengikuti dan tunduk pada perintah Allah, karena dia yakin ini perintah Allah maka dia juga meyakini Allah akan memberinya sesutu yang terbaik, dan yang terbaik bagi dirinya adalah bersikap sabar.
Sungguh suatu keluarga yang kompak, bapak dan anak serempak secara kompak bersedia berkorban melaksanakan perintah Allah sekalipun bagi sebagian orang hal itu sangat berat baginya. Seperti dalam pepatah “Buah jatuh tak jauh dari pohonnya”, Ibrahim As adalah seorang pendidik yang agung, tidaklah heran jika sang anak memiliki karakter yang tidak jauh berbeda dengan bapak. Hanya melalui cerita mimpi sang Ayah, sang anak tahu ayahnya seorang Nabi dan dia tahu mimpi seorang Nabi adalah benar adanya. Beliau mengajarkan banyak hal kepada kita, makna pengorbanan, makna ketulusan keimanan, makna kecintaan dan lain sebagainya.
Tibalah saatnya eksekusi, Ibrahim As menuntun puteranya Ismail As menuju Mina untuk melaksanakan perintah Allah Swt. Tenyata, syaitan tidak senang dengan apa yang dilakukan Ibrahim As beserta puteranya. Dengan berbagai tipu daya dan muslihat Syaitan berupaya menggagalkan rencana Ibrahim As dan puteranya Ismail. Syaitan berupaya menggoda di tiga lokasi yang berbeda. Dengan sigap, Ibrahim As melemparinya dengan batu kerikil sebanyak tujuh kali. Syaitan lari, ke lokasi yang berada di tengah, Ibrahim As melemparinya lagi sebanyak tujuh kali, hingga akhirnya syaitan lari ke lokasi yang berikutnya, demikian pula Ibrahim As mengejar dan melemparinya dengan batu dan jumlah lemparan yang sama sampai akhirnya syetan lari tunggang langgang. Dengan langkah pasti Ibrahim As bersegera melanjutkan rencana sucinya. Sesaat kemudian sang putera tercinta berbaring pasrah, sementara sang bapak dengan penuh kerelaan siap menghunuskan pedang menyembelihnya. Mereka bedua telah membuktikan kepada dunia tentang arti kepasarahan dan ketundukkan kepada Yang Maha Kuasa, sang ayah telah siap mengucurkan darah putranya, namun kehendak Allah di atas segalanya. Allah tidak akan membiarkan hambanya yang saleh ternoda jasadnya begitu saja, Allah tidak akan membiarkan hambanya yang taat lehernya bersimbah darah. Kesalehan, ketundukan dan kepasrahan mereka telah terbukti, mereka adalah hamba Allah yang sukses melewati ujian yang maha berat.
Berkah Pengorbanan
Kisah pengorbanan Ibrahim a.s. dan keluarganya memberikan pelajaran yang sangat dalam kepada kita bahwa pengorbanan akan melahirkan keberkahan. Ibrahim menjadi orang yang paling dicintai Allah, khalilullah, imam, abul anbiya (bapak para nabi), hanif, sebutan yang baik, kekayaan harta yang melimpah ruah, dan banyak lagi. Hanya dengan pengorbananlah kita meraih keberkahan. Dari pengorbanan Ibrahim dan keluarganya, dari lembah yang tandus, kering dan asing, kini Kota Makkah menjadi peradaban dunia dan sekitarnya menjadi pusat ibadah umat manusia sedunia. Sumur Zamzam yang penuh berkah mengalir di tengah padang pasir dan tidak pernah kering. Kini lebih kurang sekitar 3 jamaah haji dari seluruh dunia berkumpul di Makkah untuk melaksanakan Ibadah haji. Mereka meninggalkan semua urusan duniawi dengan pengorbanan harta, waktu dan tenaga untuk mendapatkan keberkahan, yaitu Haji Mabrur. Dari lembah yang kering dan gersang lewat pengorbanan, kini lembah tersebut berubah menjadi peradaban dunia. Itulah berkah pengorbanan Nabi Ibrahim dan keluarganya. Sangat mengagumkan.!! Wallahu’alam.